Jumat, 20 Juli 2012

KOTAGEDE PESONA DAHULU HINGGA SEKARANG


A.           PENDAHULUAN

Latar belakang Kotagede adalah sebuah kota lama dari abad ke-16 yang pernah menjadi ibu kota kerajaan mataram islam, yang didirikan oleh Ki Gede Pemanahan. Kota gede, yang secara administratif hanya merupakan sebuah kecamatan di kota madya  Yogyakarta, dan secara fisik menjadi bagian kecil kota Yogyakarta , ternyata menyimpan banyak peninggalan fisik maupun non fisik  yang sarat nilai sejarah.Sejarah yang dimilikinya, ditambah dengan kekayaan peninggalan lama dan tradisi yang dimiliki di wilayah kota itu.Di era industri pariwisata saat ini dan masa yang akan datang, posisi itu memungkinkan kota gede tampil sebagai obyek wisata.Tepatnya, obyek wisata budaya dan wisata sejarah.Didukung  karakteristik masyarakatnya yang sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan pengrajin, maka semakin layaknya kota gede sebagai kawasan pendukung industri pariwisata Yogyakarta.Tercakup objek peninggalan bangunan sejarah yang ada di bekas ibu kota lama Kotagede,sehingga secara spasial meliputi daerah kotagede dan sekitarnya, termasuk bangunan tempat tinggal lama yang banyak bercorak rumah jawa tradisional serta pasar gede yang merupakan pasar lama sejak zaman mataram berdiri.




B.     KOTAGEDE SEBAGAI IBU KOTA MATARAM

            Kotagede adalah sebuah kota lama dari abad ke-16 yang pernah menjadi ibu kota kerajaan mataram islam, yang didirikan oleh Ki Gede Pemanahan.Bumi Mataram diperolehnya ketika bersama Ki Penjawi berhasil menumpas kerusuhan pajang yang dipimpin oleh Arya Penangsang.Atas berhasilnya itu Sultan Hadiwijaya memberi hadiah ki Penjawi dan Ki Gede Pemanahan berupa sebuah tanah yang berada di Pati dan Mataram.
            Setelah menerima  bumi Mataram, Ki Gede Pemanahan menjadi petinggi daerah tersebut dan kemudian bernama Ki Gede Mataram.Pada saat ini Kotagede tetap terbagi dua kepemerintahan yaitu kota gede Yogyakarta sebagai pemerintahan dan kota madya Yogyakarta sebagai kecamatan .Kotagede aslinya hanya terdiri dari kelurahan jagalan, kelurahan singosaren, RW tegal gendu, RW prenggan, RW alun-alun, RW Purbayan, dan RW Basen.Rukun kampung lainnya dahulu adalah kelurahan-kelurahan yang secara historis dan sosiologis tidak masuk lingkungan Kotagede.Bekas yang menunjukan bahwa Kotagede pernah menjadi tempat kerajaan, sekarang hanya berupa masjid beserta makam pendiri Mataram, beberapa reruntuhan bekas bangunan benteng kerajaan, nama-nama kampung, bentuk rumah dan mata pencaharian penduduk berupa industri kecil kerajinan tradisional.
            Tumbuh kembang peradaban manusia berkaitan erat dengan lingkungannya, baik secara geografis maupun administrative.Kelompok manusia yang bermukim di suatu tempat, lambat laun dan secara langsung bertahap mengalami perubahan dari tingkat sederhana ke jenjang yang lebih maju.Orientasi tata kota kotagede, dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan yang ada.Harus diketahui pula bagaimana karakteristik atau watak-watak khusus situs lingkungan kota.Kerajaan mataram islam yang muncul pada era sejarah Indonesia islam, bukan tidak mungkin masih memiliki kesinambungan dengan masa sebelumnya.Konsep tata kota kotagede.[1]
Periode sejarah Indonesia islam termasuk mataram melewati fase pra sejarah  dan klasik dengan tidak melihat kemungkinan adanya tumpang tindih.Data sejarah berupa pasar, masjid, makam, benteng, jagang, toponimi yang sekarang menjadi pemukiman kelompok masyarakat dengan profesi yang dimilikinya, berhubungan dengan struktur sosial dan system perekonomian yang menyangkut etos kerja masyarakat.
            Berdasarkan pertimbangan ekologis, kotagede didirikan di daerah subur dengan aliran sungai gajah wong yang selain bermanfaat untuk pertanian juga mempunyai nilai pertahanan bagi kota.Kampung dalem yang diperkirakan bekas istana, oleh sri sultan HB VIII dijadikan tempat makam keluarga sultan yang tidak dapat dimakamkan di imogiri karena alasan tertentu.

v   Peninggalan di Kotagede
Di Kotagede juga terdapat banyak peninggalan penting diantaranya yang terdapat di area kompleks masjid-makam mataram sebagai berikut:
1.             Wringin Sepuh
Melewati pintu masuk pertama dari jalan besar, di kiri dan kanan jalan masuk terdapat bangsal yaitu bangunan terbuka tempat pendatang istirahat.Di sebelah selatan, tidak jauh dari bangsal tersebut terdapat dua pohon beringin besar yang dinamakan Wringin Sepuh, artinya beringin tua.
2.             Dhondhongan
Dhondhongan mengandung arti tempat dhondhong.Disebut demikian karena sebelum memasuki gapura padaruksa, ada rumah-rumah hunian di kanan dan kiri jalan masuk komplek masjid makam.Rumah tersebut merupakan tempat peninggalan para dhondhong dan keluarganya.
3.             Gapura Paduraksa
Gapura Padaruksa merupakan pintu gerbang masuk halaman masjid yang ada di sebelah timur.Atap pintu gerbang ini bertingkat lima yang di buat dari batu bata yang semakin keatas semakin kecil.
4.             Sendang Saliran
Di dalam halaman ini terdapat empat buah sendang bernama Sendang Saliran.Di dalam Sendang Saliran ini terdapat dua buah kolam mandi pria dn sebagian lainnya  untuk  para wanita.Air di sendang ini sangat jernih dan terjamin keasriannya, serta di dalam kolam ini juga terdapat banyak ikan yaitu lele dan kura-kura yang berwarna kekuning-kuningan.
5.             Makam
Di halaman makam terdapat lima buah bangunan, antara lain bangunan Prabayaksa,bangsal Witana,Tajug, dan peleburan.Dari lima bangunan tersebut yang besar yaitu Prabayaksa.Di luar bangunan tersebut terdapat empat batu nisan berjajar dari barat ke timur.
6.             Sumber Kemuning
Menurut cerita para masyarakat setempat dulunya sumber mata air ini dibuat oleh Sunan Kalijaga ketik merasa haus, lalu tanah di dekatnya ditusuk dengan cis (senjata tajam) dan keluarlah air yang kemudian dinamakan menjadi sumber mata air Sumber Kemuning.
7.             Makam Hastorenggo
Yang di makamkan di makam Hastorenggo adalah keluarga atau keturunan Sri Sultan yang tidak dimakamkan di Imogiri.Makam yang dilindungi oleh sebuah bangunan adalah makam putri-putri sultan beserta suami atau isterinya selama mereka masih menjadi menantunya.
8.             Benteng Mataram
Keraton Mataram yang pada asalnya berpusat di Kotagede sampai saat ini sejarahnya masih diingat oleh masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya, para wisatawan dalam negeri dan luar negeri pada umumnya, sedangkan benteng keraton telah runtuh dimakan teriknya matahari dan hujan.Bekas benteng kerton tersebut tinggal sebagian yang dapat disaksikan orang.Sisa-sisa benteng ini semakin lama semakin rusak terdesak tumbuhnya bambu dan pohon-pohon lainnya.
9.             Watu Gateng dan Watu Gilang
Di Kotagede terdapat peninggalan yang dianggap sakral yaitu Watu Gateng dan Watu Gilang.Watu Gateng di dalamnya terdapat tiga buah batu bulat, berwarna kuning keemasan yang disebut Watu Gateng dan sebuah batu persegi empat yang dinamakan Watu Gilang.Menurut cerita Watu Gateng ini adalah alat permainan Raden Rangga putera panembahan Senapati yang sepeninggalannya di makamkan di Gambiran.

C.           MASYARAKAT KOTAGEDE
v   Penduduk Inti
     Penduduk inti ini berasal keturunan dari abdi dalem raja yang pada dasarnya memegang peranan penting semasa ibu kota kerajaan berada di Kotagede.Di antara keturunan-keturunannya ada yang menjadi abdi raja, dan menjadi juru kunci makam, juga mengatur dan memelihara masjid kerajaan.
Rumah-rumah yang di pakai penduduk golongan inti mempunyai model jawa yaitu pendapa, joglo, dalem, dan gandhok.Ada kecenderungan rumah huniannya meniru tempat tinggal bangsawan keraton.
v    Orang Kalang
Pengertian Orang Kalang
Kalang adalah sebutan dari segolongan orang yang hidup pada tempat-tempat tersebar di pulau jawa, terutama di daerah-daerah seluruh jawa tengah. Dahulu mereka hidup mengembara dari hutan ke hutan sedangkan makanan mereka adalah buah-buahan, tumbuh-tumbuhan hutan, dan binatang-binatang buruan dan ikan yang mereka tangkap dari sungai-sungai.
v   Daerah dan Ciri-ciri Orang Kalang
     Peleburan antara orang-orang Kalang dalam kehidupan bersama masyarakat jawa sekarang ini sulit dikenal batas-batasnya.Tidak seperti yang terjadi pada masyarakat tengger di Probolinggo dan masyarakat Baduy di Cirebon, daerah Banten Selatan yang masih tampak memisahkan diri dengan kehidupan masyarakat indonesia lainnya yang pada umumnya beragama islam.
      Menurut penyelidikan, orang kalang tersebut berasal dari pegunungan.Di jawa bagian selatan, masyarakat ini pada umumnya tersebar sekitar daerah cilacap, Adipala, Gombong, Ambal,Karanganyar, Petanahan, Yogyakarta, Surakarta, Tulungagung hingga Malang.Sedangkan di daerah bagian utara berada di daearah  Tegal, Pekalongan, Kendal, Kaliwungu, Semarang, Demak, Pati, Cepu, Bojonegoro, Surabaya, Bangil, Pasuruan. 
v   Upacara Kalang Obong
         Dalam kehidupan orang-orang Kalang dahulu terdapat suatu upacara tradisional yang merupakan warisan leluhurnya yaitu upacara obong.Bagi mereka yang masih melakukan upacara itu dikenal dengan sebutan golongan Kalang Obong.Upacara Kalang Obong dilaksanakan apabila ada orang dari golongan Kalang yang meninggal dunia.[2]
Dalam upacara Kalang Obong, dukun merupakan oranng yang memegang peranan penting.Dukun ini berkewajiban memimpin dan mengatur jalannya upacara,Dukun Obong disyaratkan harus seorang perempuan dan jabatan dukun ini harus turun menurun.

D.    MATA PENCAHARIAN
v   Perajin
Penghidupan orang-orang di Kotagede sebagian besar adalah seorang pedagang dan pengusaha barang-barang industri kerajinan.Pekerjaan sebagai perajin ini merupakan naluri yang turun menurun dari nenek moyang mereka.Sejak abad XVI Masehi, tepatnya pada zaman Kerajaan Mataram Islam, Kotagede telah menjadi pusat perdagangan yang cukup maju.Barang-barang yang diperdagangkan selain berupa hasil bumi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, juga barang-barang hasil kerajinan masyarakat Kotagede.
v   Industri Rumah Tangga
Pada awalnya industri kerajinan perak di Kotagede bersifat tradisional.Produk yang dihasilkan pada mulanya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat setempat dengan peralatan produksi yang masih tradisional dan relatif lebih murah.Karena perlunya kecermatan dan ketelitian , maka dilakukan berdasarkan pemesanan.Dalam perkembangannya, industri kerajinan ini mengalami perubahan-perubahan yang disebabkan oleh munculnya sistem organisasi dan spesialisasi pekerjaan, khususnya para industri kerjinan perak.Selain kerajinan perak juga masih banyak lagi berbagai kerjinan yang diolah atau dijalankan masyarakat Kotagede.
v   Pedagang atau Pengusaha
Menelusuri asal mula pengusaha perak di Kotagede dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu pengusaha yang berdasarkan keturunan, pengusaha yang berasal dari buruh ahli dan golongan pengusaha yang berasal dari golongan bermodal.
Pengusaha perak yang muncul berdasarkan keturunan merupakan salah satu golongan penduduk inti Kotagede yang pada umumny berasal dari pedagang emas atau ahli kemasan dan pengusaha logam lainnya.Dengan semakin bergesernya emas di pasaran maka para pedagang ini beralih ke industri perak.Keahlian sebagai perajin tersebut merupakan warisan dari nenek moyang mereka.
Golongan kedua ialah pengusaha yang berasal dari buruh ahli.Para buruh ini merupakan tenaga inti dalam industri kerajinan.Para perajin ini selain memiliki keahian dan ketrampilan, juga menguasai bidang pemasaran.Sehingga  dari pemasaran dan penghasilan yang disisihkan, mereka dapat mendirikan usaha kerajinan sendiri dan menjadi pengusaha yang mandiri.[3]

E.            TONGGAK PEREKONOMIAN
v   Pasar Kotagede, Sejarah dan peranannya
     Pasar Gede yang sekarang masih dapat dijumpai di Kotagede telah mengalami beberapa kali pemugaran.Pasar ini telah ada sejak zaman Ki Ageng Pemanahan.Pasar Gede dahulu belum seluas seperti sekarang ini dan masih banyak ditumbuhi pohon-pohon perindang.Tempat ini dijadikan pusat perekenomian tradisional.Gambaran pasar ini berbeda jauh dengan pasar tradisional saat ini,  los pasar Kotagede yang dibuat dari kontruksi  besi sampai sekarang masih utuh dan ditempati para pedagang.Pagar yang dahulu dibuat dari kawat, sekarang telah tiada.Pada bagian pinggir pasar dibuat kios-kios berkeliling di bagian barat, utara, dan timur.[4]

F.            KEHIDUPAN KEAGAMAAN
v   Masyarakat dan Sinkretisme
Sebelum organisasi Islam Muhammadiyah aktif melakukan dakwahnya, keyakinan masyarakat Islam masih bercampur dengan kebiasaan dan kepercayaan setempat yang menyimpang.Dalam masyarakat Kotagede, sebelum Islam berkembang merupakan lingkungan animistis yang tidak lepas dengan asap dupa.Masyarakat juga mempunyai kebiasaan menghisap candu.
Bagi masyarakat jawa, sulit meninggalkan kebiasaan kehidupan spiritual yang telah lama mengakar dalaam di sanubarinya akan sulit menerima ajaran Islam secara murni.Agama Islam yang mengajarkan keesaan Tuhan tidak ada tokoh lain kecuali Allah pujaannya akan bertentangan dengan kepercayaan asli jawa yang mempercayai adanya roh nenek moyang yang harus dapat ngemong keturunannya di dunia.


v  Organisasi Dakwah Sebelum Muhammadiyah
Upaya mengubah kepercayaan dan kebiasaan masyarakat Kotagede yang masih bertentangan dengan ajaran Islam itu telah dirintis pula oleh beberapa organisasi yang bersifat independen.Organisasi ini banyak memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya dalam membina pemuda.
v  Pergerakan Muhammadiyah Kotagede
Kehidupan agama Islam, khususnya perkembangan Muhammadiyah di Kotagede Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan perwujudan proses Islamisasi yang telah berlangsung sejak lama.Proses Islamisasi di Kotagede ini berkembang dari kesadarannya sendiri terhadap agama yang dianutnya.Dalam menghayati agama Islam, mereka mengacu kepada ajaran yang dianggap benar yaitu sesuai dengan Al-Qur`an, hadist dan akal sehat.Kesadaran menyesuaikan diri terhadap ibadah Islam ini dilandasi dengan ketulusan mengabdi untuk memenuhi ajaran moral dan etika Islam.Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1912 oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta ternyata dapat mempengaruhi peningkatan pemahaman kehidupan beragama Islam.Organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah.Di Kotagede, organisasi Muhammadiyah dapat berkembang dengan subur.Kyai Amir dari Kotagede adalah pendiri Muhammadiyah cabang Kotagede.Ia salah seorang tokoh yang sangat berpengalaman dalam berorganisasi, ahli agama dan hukum Islam yang sangat luas.[5]


G.    KESIMPULAN
Pada awal berdirinya Kotagede sebagai ibu kotaa Mataram, daerah tersebut masih merupakan wilayah Kerajaan Panjang.Dalam perkembangan selanjutnya, melalui proses panjang dan pergolakan-pergolakan yang terjadi, akhirnya Mataram menjadi kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan sebelumnya, yakni pajang.Keberadaan Kotagede didukung oleh peninggalan-peninggalan kuno, antara lain makam para pendahulu Mataram, masjid kerajaan, sisa-sisa reruntuhan benteng Mataram yang berdiri, merupakan saksi peristiwa sejarah pada masa lalu.
Secara kultural, Mataram yang beribukota di Kotagede bercorak Islam.Pada awalnya penyebaran Islam di Kotagede harus menghadapi berbagai tantangan yang berat.Kepercayaan Islam masih bercampur aduk dengan kepercayaan yang lainnya.
Peninggalan Kuno yang mengandung nilai sejarah, dan juga dinamika yang ada di wilayah itu, telah mengangkat Kotagede sebagai kota wisata.Untuk itu pelestarian nilai luhur budaya bangsa sebagaimana terdapat di Kotagede ini perlu dikembangkan sehingga bermanfaat dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional.







DAFTAR PUSTAKA

De Graaf,H.J.1985.Awal Kebangkitan Mataram.Jakarta:Grafitipers.
Soeprapto Sarwono.1997.Kotagede Pesona dan Dinamika Sejarahnya.Yogyakarta:Lembaga Studi Jawa.




[1].H.J de Graff,Awal Kebangkitan Mataram, 1989,hal.69

[2] Sarwono Soeprapto,Kotagede,(Yogyakarta:Lembaga Studi Jawa,1997),hal.39.
 [3] Ibid.,hal.46.
[4] Ibid.,hal 50.
[5] Ibid.,hal.61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar