A.
PENDAHULUAN
Latar belakang Kotagede
adalah sebuah kota lama dari abad ke-16 yang pernah menjadi ibu kota kerajaan
mataram islam, yang didirikan oleh Ki Gede Pemanahan. Kota gede, yang secara
administratif hanya merupakan sebuah kecamatan di kota madya Yogyakarta, dan secara fisik menjadi
bagian kecil kota Yogyakarta , ternyata menyimpan banyak peninggalan fisik
maupun non fisik yang sarat nilai
sejarah.Sejarah yang dimilikinya, ditambah dengan kekayaan peninggalan lama dan
tradisi yang dimiliki di wilayah kota itu.Di era industri pariwisata saat ini
dan masa yang akan datang, posisi itu memungkinkan kota gede tampil sebagai
obyek wisata.Tepatnya, obyek wisata budaya dan wisata sejarah.Didukung karakteristik masyarakatnya yang sebagian
besar berprofesi sebagai pedagang dan pengrajin, maka semakin layaknya kota
gede sebagai kawasan pendukung industri pariwisata Yogyakarta.Tercakup objek peninggalan
bangunan sejarah yang ada di bekas ibu kota lama Kotagede,sehingga secara
spasial meliputi daerah kotagede dan sekitarnya, termasuk bangunan tempat
tinggal lama yang banyak bercorak rumah jawa tradisional serta pasar gede yang
merupakan pasar lama sejak zaman mataram berdiri.
B. KOTAGEDE
SEBAGAI IBU KOTA MATARAM
Kotagede
adalah sebuah kota lama dari abad ke-16 yang pernah menjadi ibu kota
kerajaan mataram islam, yang didirikan oleh Ki Gede Pemanahan.Bumi Mataram
diperolehnya ketika bersama Ki Penjawi berhasil menumpas kerusuhan pajang yang
dipimpin oleh Arya Penangsang.Atas berhasilnya itu Sultan Hadiwijaya memberi
hadiah ki Penjawi dan Ki Gede Pemanahan berupa sebuah tanah yang berada di Pati
dan Mataram.
Setelah
menerima bumi Mataram, Ki Gede Pemanahan
menjadi petinggi daerah tersebut dan kemudian bernama Ki Gede Mataram.Pada saat
ini Kotagede tetap terbagi dua kepemerintahan yaitu kota gede Yogyakarta
sebagai pemerintahan dan kota madya Yogyakarta sebagai kecamatan .Kotagede
aslinya hanya terdiri dari kelurahan jagalan, kelurahan singosaren, RW tegal
gendu, RW prenggan, RW alun-alun, RW Purbayan, dan RW Basen.Rukun kampung lainnya dahulu adalah kelurahan-kelurahan
yang secara historis dan sosiologis tidak masuk lingkungan Kotagede.Bekas yang
menunjukan bahwa Kotagede pernah menjadi tempat kerajaan, sekarang hanya berupa
masjid beserta makam pendiri Mataram, beberapa reruntuhan bekas bangunan
benteng kerajaan, nama-nama kampung, bentuk rumah dan mata pencaharian penduduk
berupa industri kecil kerajinan tradisional.
Tumbuh
kembang peradaban manusia berkaitan erat dengan lingkungannya, baik secara
geografis maupun administrative.Kelompok manusia yang bermukim di suatu tempat,
lambat laun dan secara langsung bertahap mengalami perubahan dari tingkat
sederhana ke jenjang yang lebih maju.Orientasi tata kota kotagede, dapat
diketahui dari peninggalan-peninggalan yang ada.Harus diketahui pula bagaimana
karakteristik atau watak-watak khusus situs lingkungan kota.Kerajaan mataram
islam yang muncul pada era sejarah Indonesia islam, bukan tidak mungkin masih
memiliki kesinambungan dengan masa sebelumnya.Konsep tata kota kotagede.
Periode sejarah Indonesia islam termasuk mataram melewati fase pra
sejarah dan klasik dengan tidak melihat
kemungkinan adanya tumpang tindih.Data sejarah berupa pasar, masjid, makam,
benteng, jagang, toponimi yang sekarang menjadi pemukiman kelompok masyarakat
dengan profesi yang dimilikinya, berhubungan dengan struktur sosial dan system
perekonomian yang menyangkut etos kerja masyarakat.
Berdasarkan
pertimbangan ekologis, kotagede didirikan di daerah subur dengan aliran sungai
gajah wong yang selain bermanfaat untuk pertanian juga mempunyai nilai
pertahanan bagi kota.Kampung dalem yang diperkirakan bekas istana, oleh sri
sultan HB VIII dijadikan tempat makam keluarga sultan yang tidak dapat
dimakamkan di imogiri karena alasan tertentu.
v Peninggalan di Kotagede
Di Kotagede juga
terdapat banyak peninggalan penting diantaranya yang terdapat di area kompleks
masjid-makam mataram sebagai berikut:
1.
Wringin Sepuh
Melewati pintu masuk pertama dari jalan besar, di kiri dan kanan jalan
masuk terdapat bangsal yaitu bangunan terbuka tempat pendatang istirahat.Di
sebelah selatan, tidak jauh dari bangsal tersebut terdapat dua pohon beringin
besar yang dinamakan Wringin Sepuh, artinya beringin tua.
2.
Dhondhongan
Dhondhongan mengandung arti tempat dhondhong.Disebut demikian karena sebelum
memasuki gapura padaruksa, ada rumah-rumah hunian di kanan dan kiri jalan masuk
komplek masjid makam.Rumah tersebut merupakan tempat peninggalan para dhondhong
dan keluarganya.
3.
Gapura
Paduraksa
Gapura Padaruksa merupakan pintu gerbang masuk halaman masjid yang ada di
sebelah timur.Atap pintu gerbang ini bertingkat lima yang di buat dari batu
bata yang semakin keatas semakin kecil.
4.
Sendang
Saliran
Di dalam halaman ini terdapat empat buah sendang bernama Sendang Saliran.Di
dalam Sendang Saliran ini terdapat dua buah kolam mandi pria dn sebagian
lainnya untuk para wanita.Air di sendang ini sangat jernih
dan terjamin keasriannya, serta di dalam kolam ini juga terdapat banyak ikan
yaitu lele dan kura-kura yang berwarna kekuning-kuningan.
5.
Makam
Di halaman makam terdapat lima buah bangunan, antara lain bangunan
Prabayaksa,bangsal Witana,Tajug, dan peleburan.Dari lima bangunan tersebut yang
besar yaitu Prabayaksa.Di luar bangunan tersebut terdapat empat batu nisan
berjajar dari barat ke timur.
6.
Sumber Kemuning
Menurut cerita para masyarakat setempat dulunya sumber mata air ini dibuat
oleh Sunan Kalijaga ketik merasa haus, lalu tanah di dekatnya ditusuk dengan
cis (senjata tajam) dan keluarlah air yang kemudian dinamakan menjadi sumber
mata air Sumber Kemuning.
7.
Makam
Hastorenggo
Yang di makamkan di makam Hastorenggo adalah keluarga atau keturunan Sri
Sultan yang tidak dimakamkan di Imogiri.Makam yang dilindungi oleh sebuah
bangunan adalah makam putri-putri sultan beserta suami atau isterinya selama
mereka masih menjadi menantunya.
8.
Benteng
Mataram
Keraton Mataram yang pada asalnya berpusat di Kotagede sampai saat ini
sejarahnya masih diingat oleh masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta
khususnya, para wisatawan dalam negeri dan luar negeri pada umumnya, sedangkan
benteng keraton telah runtuh dimakan teriknya matahari dan hujan.Bekas benteng
kerton tersebut tinggal sebagian yang dapat disaksikan orang.Sisa-sisa benteng
ini semakin lama semakin rusak terdesak tumbuhnya bambu dan pohon-pohon
lainnya.
9.
Watu Gateng
dan Watu Gilang
Di Kotagede terdapat peninggalan yang dianggap sakral yaitu Watu Gateng dan
Watu Gilang.Watu Gateng di dalamnya terdapat tiga buah batu bulat, berwarna
kuning keemasan yang disebut Watu Gateng dan sebuah batu persegi empat yang
dinamakan Watu Gilang.Menurut cerita Watu Gateng ini adalah alat permainan
Raden Rangga putera panembahan Senapati yang sepeninggalannya di makamkan di
Gambiran.
C.
MASYARAKAT KOTAGEDE
v Penduduk Inti
Penduduk inti ini berasal keturunan dari
abdi dalem raja yang pada dasarnya memegang peranan penting semasa ibu kota
kerajaan berada di Kotagede.Di antara keturunan-keturunannya ada yang menjadi
abdi raja, dan menjadi juru kunci makam, juga mengatur dan memelihara masjid
kerajaan.
Rumah-rumah yang di pakai penduduk golongan inti mempunyai model jawa yaitu
pendapa, joglo, dalem, dan gandhok.Ada kecenderungan rumah huniannya meniru
tempat tinggal bangsawan keraton.
v Orang Kalang
Pengertian Orang Kalang
Kalang adalah sebutan dari segolongan orang yang hidup pada tempat-tempat
tersebar di pulau jawa, terutama di daerah-daerah seluruh jawa tengah. Dahulu
mereka hidup mengembara dari hutan ke hutan sedangkan makanan mereka adalah buah-buahan,
tumbuh-tumbuhan hutan, dan binatang-binatang buruan dan ikan yang mereka
tangkap dari sungai-sungai.
v Daerah dan Ciri-ciri Orang Kalang
Peleburan antara orang-orang
Kalang dalam kehidupan bersama masyarakat jawa sekarang ini sulit dikenal batas-batasnya.Tidak
seperti yang terjadi pada masyarakat tengger di Probolinggo dan masyarakat
Baduy di Cirebon, daerah Banten Selatan yang masih tampak memisahkan diri
dengan kehidupan masyarakat indonesia lainnya yang pada umumnya beragama islam.
Menurut penyelidikan, orang
kalang tersebut berasal dari pegunungan.Di jawa bagian selatan, masyarakat ini
pada umumnya tersebar sekitar daerah cilacap, Adipala, Gombong,
Ambal,Karanganyar, Petanahan, Yogyakarta, Surakarta, Tulungagung hingga
Malang.Sedangkan di daerah bagian utara berada di daearah Tegal, Pekalongan, Kendal, Kaliwungu,
Semarang, Demak, Pati, Cepu, Bojonegoro, Surabaya, Bangil, Pasuruan.
v Upacara Kalang Obong
Dalam kehidupan orang-orang Kalang
dahulu terdapat suatu upacara tradisional yang merupakan warisan leluhurnya
yaitu upacara obong.Bagi mereka yang masih melakukan upacara itu dikenal dengan
sebutan golongan Kalang Obong.Upacara Kalang Obong dilaksanakan apabila ada
orang dari golongan Kalang yang meninggal dunia.
Dalam
upacara Kalang Obong, dukun merupakan oranng yang memegang peranan
penting.Dukun ini berkewajiban memimpin dan mengatur jalannya upacara,Dukun
Obong disyaratkan harus seorang perempuan dan jabatan dukun ini harus turun
menurun.
D.
MATA PENCAHARIAN
v Perajin
Penghidupan orang-orang
di Kotagede sebagian besar adalah seorang pedagang dan pengusaha barang-barang
industri kerajinan.Pekerjaan sebagai perajin ini merupakan naluri yang turun
menurun dari nenek moyang mereka.Sejak abad XVI Masehi, tepatnya pada zaman Kerajaan
Mataram Islam, Kotagede telah menjadi pusat perdagangan yang cukup
maju.Barang-barang yang diperdagangkan selain berupa hasil bumi untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, juga barang-barang hasil kerajinan masyarakat
Kotagede.
v Industri Rumah Tangga
Pada awalnya industri kerajinan perak di Kotagede bersifat
tradisional.Produk yang dihasilkan pada mulanya hanya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari masyarakat setempat dengan peralatan produksi yang masih
tradisional dan relatif lebih murah.Karena perlunya kecermatan dan ketelitian ,
maka dilakukan berdasarkan pemesanan.Dalam perkembangannya, industri kerajinan
ini mengalami perubahan-perubahan yang disebabkan oleh munculnya sistem
organisasi dan spesialisasi pekerjaan, khususnya para industri kerjinan
perak.Selain kerajinan perak juga masih banyak lagi berbagai kerjinan yang
diolah atau dijalankan masyarakat Kotagede.
v Pedagang atau Pengusaha
Menelusuri asal mula pengusaha perak di Kotagede dapat dibagi dalam tiga
golongan, yaitu pengusaha yang berdasarkan keturunan, pengusaha yang berasal
dari buruh ahli dan golongan pengusaha yang berasal dari golongan bermodal.
Pengusaha perak yang muncul berdasarkan keturunan merupakan salah satu
golongan penduduk inti Kotagede yang pada umumny berasal dari pedagang emas
atau ahli kemasan dan pengusaha logam lainnya.Dengan semakin bergesernya emas
di pasaran maka para pedagang ini beralih ke industri perak.Keahlian sebagai
perajin tersebut merupakan warisan dari nenek moyang mereka.
Golongan kedua ialah pengusaha yang berasal dari buruh ahli.Para buruh ini
merupakan tenaga inti dalam industri kerajinan.Para perajin ini selain memiliki
keahian dan ketrampilan, juga menguasai bidang pemasaran.Sehingga dari pemasaran dan penghasilan yang
disisihkan, mereka dapat mendirikan usaha kerajinan sendiri dan menjadi
pengusaha yang mandiri.
E.
TONGGAK PEREKONOMIAN
v
Pasar
Kotagede, Sejarah dan peranannya
Pasar Gede yang sekarang masih
dapat dijumpai di Kotagede telah mengalami beberapa kali pemugaran.Pasar ini
telah ada sejak zaman Ki Ageng Pemanahan.Pasar Gede dahulu belum seluas seperti
sekarang ini dan masih banyak ditumbuhi pohon-pohon perindang.Tempat ini
dijadikan pusat perekenomian tradisional.Gambaran pasar ini berbeda jauh dengan
pasar tradisional saat ini, los pasar
Kotagede yang dibuat dari kontruksi besi
sampai sekarang masih utuh dan ditempati para pedagang.Pagar yang dahulu dibuat
dari kawat, sekarang telah tiada.Pada bagian pinggir pasar dibuat kios-kios
berkeliling di bagian barat, utara, dan timur.
F.
KEHIDUPAN KEAGAMAAN
v Masyarakat dan Sinkretisme
Sebelum organisasi Islam Muhammadiyah aktif
melakukan dakwahnya, keyakinan masyarakat Islam masih bercampur dengan
kebiasaan dan kepercayaan setempat yang menyimpang.Dalam masyarakat Kotagede,
sebelum Islam berkembang merupakan lingkungan animistis yang tidak lepas dengan
asap dupa.Masyarakat juga mempunyai kebiasaan menghisap candu.
Bagi masyarakat jawa, sulit meninggalkan kebiasaan kehidupan spiritual yang
telah lama mengakar dalaam di sanubarinya akan sulit menerima ajaran Islam
secara murni.Agama Islam yang mengajarkan keesaan Tuhan tidak ada tokoh lain
kecuali Allah pujaannya akan bertentangan dengan kepercayaan asli jawa yang
mempercayai adanya roh nenek moyang yang harus dapat ngemong keturunannya di dunia.
v Organisasi Dakwah Sebelum Muhammadiyah
Upaya mengubah kepercayaan dan kebiasaan
masyarakat Kotagede yang masih bertentangan dengan ajaran Islam itu telah
dirintis pula oleh beberapa organisasi yang bersifat independen.Organisasi ini
banyak memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya dalam membina pemuda.
v Pergerakan Muhammadiyah Kotagede
Kehidupan agama Islam, khususnya perkembangan Muhammadiyah di Kotagede
Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan perwujudan proses Islamisasi yang telah
berlangsung sejak lama.Proses Islamisasi di Kotagede ini berkembang dari
kesadarannya sendiri terhadap agama yang dianutnya.Dalam menghayati agama
Islam, mereka mengacu kepada ajaran yang dianggap benar yaitu sesuai dengan
Al-Qur`an, hadist dan akal sehat.Kesadaran menyesuaikan diri terhadap ibadah
Islam ini dilandasi dengan ketulusan mengabdi untuk memenuhi ajaran moral dan
etika Islam.Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1912 oleh Kyai Haji Ahmad
Dahlan di Yogyakarta ternyata dapat mempengaruhi peningkatan pemahaman
kehidupan beragama Islam.Organisasi ini bergerak dalam bidang pendidikan,
sosial dan dakwah.Di Kotagede, organisasi Muhammadiyah dapat berkembang dengan
subur.Kyai Amir dari Kotagede adalah pendiri Muhammadiyah cabang Kotagede.Ia
salah seorang tokoh yang sangat berpengalaman dalam berorganisasi, ahli agama
dan hukum Islam yang sangat luas.
G.
KESIMPULAN
Pada awal berdirinya Kotagede sebagai ibu kotaa Mataram, daerah tersebut
masih merupakan wilayah Kerajaan Panjang.Dalam perkembangan selanjutnya,
melalui proses panjang dan pergolakan-pergolakan yang terjadi, akhirnya Mataram
menjadi kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan sebelumnya, yakni
pajang.Keberadaan Kotagede didukung oleh peninggalan-peninggalan kuno, antara
lain makam para pendahulu Mataram, masjid kerajaan, sisa-sisa reruntuhan
benteng Mataram yang berdiri, merupakan saksi peristiwa sejarah pada masa lalu.
Secara kultural, Mataram yang beribukota di Kotagede bercorak Islam.Pada
awalnya penyebaran Islam di Kotagede harus menghadapi berbagai tantangan yang
berat.Kepercayaan Islam masih bercampur aduk dengan kepercayaan yang lainnya.
Peninggalan Kuno yang mengandung nilai sejarah, dan juga dinamika yang ada
di wilayah itu, telah mengangkat Kotagede sebagai kota wisata.Untuk itu
pelestarian nilai luhur budaya bangsa sebagaimana terdapat di Kotagede ini
perlu dikembangkan sehingga bermanfaat dalam mencapai keberhasilan pembangunan
nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
De Graaf,H.J.1985.Awal Kebangkitan Mataram.Jakarta:Grafitipers.
Soeprapto
Sarwono.1997.Kotagede Pesona dan Dinamika
Sejarahnya.Yogyakarta:Lembaga Studi
Jawa.